1 Muharram
Tidak terasa, tahun sudah berganti. Udara malam di sini tak lagi mencekam seperti akhir tahun kemarin, meski gempa memang nyatanya belum juga usai.
Mungkin, kami mulai terbiasa hidup satu bulan lebih bersama ribuan gempa. Hanya gempa bermagnitudo lebih dari 6 yang kini menakutkan. Tapi trauma belum juga selesai nyatanya. Puluhan ribu tenda masih memadati hampir seluruh tanah lapang di pemukiman pulau. Aku sendiri, masih tidur di halaman depan rumah.
Mungkin ini salah satu alasan, semua cerita yang belakangan tertulis di sini masih tertahan di pulau ini, tidak kemana-mana, tidak menjadi apa-apa, tidak sibuk lagi dengan banyak hal. Mungkin, Allah menginginkanku menyaksikan ini semua, merasakan gempa hebat berulangkali, menyaksikan kuasa-Nya yang melenyapkan banyak hal hanya dalam beberapa detik. Aku yakin, Allah sedang mendidik kami di sini, membuat kami paham akan banyak makna. Allah selalu saja Mahasayang, mengajarkan kami satu hal yang selalu rumit untuk dilakukan, "penerimaan". Penerimaan akan hilangnya hal-hal yang sangat berharga bagi hidup kita, di sini: kehilangan rumah, kehilangan pekerjaan, kehilangan keluarga, kehilangan harta, kehilangan..
Aku tergetar saat pertama kali ke daerah terdampak gempa utama terparah, pagi itu. KLU, rumah-rumah ambruk, jalanan amblas, jembatan rusak, pepohonan besar tumbang, longsoran batu-batu tumpah ke jalan. Banyak pengungsi di bukit yang sulit dijangkau kendaraan. Ada yang beberapa hari tidak makan, mengambil air untuk minum dari sungai. Sebagian dari mereka terluka, tapi tidak memungkinkan untuk turun dari bukit karena isu tsunami saat itu. Lebih-lebih, sulitnya geografis KLU, membuat penyaluran logistik pun rumit. Terluka, kedinginan, kelaparan, kehilangan.
Kau tahu, rasanya tangis ingin tumpah setiap saat.
Tapi badai pasti berlalu bukan?
Selamat tahun baru.
0 comments
Tahun Baru
Published on Tuesday, 11 September 2018 in
Related Posts
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No Response to "Tahun Baru"
Post a Comment