Suatu hari matahari tak muncul lagi di pagi hari,
saat itu aku bertanya-tanya mengapa.
Apa aku bangun kepagian?
Atau langit sedang bersekongkol menggagalkan pertemuan?
Sudah pukul enam, matahari tak kunjung melihatkan tanda.
Bahkan langit tetap hitam dengan bintang-bintangnya.
Aku kembali duduk menunggu matahari.
Sudah pukul sepuluh dan langit tetap gelap penuh bintang.
Apa matahari benar tidak akan pernah terbit lagi?
Apa benar matahari sudah pergi?
Lalu, aku menyadari bahwa kemarin aku tak sempat memerhatikan senja yang sangat cantik.
Aku tidak tahu bila itu adalah senja terakhir.
Benar adanya bahwa kita akan merasai betapa berharganya sesuatu
saat sesuatu itu hilang.
Hari ini aku menyadari bahwa aku lupa memberikan salam kepada matahari kemarin sore.
Aku sibuk dengan duniaku sendiri hingga lupa bahwa waktu sudah malam. Aku tidak sempat melihat senja itu tenggelam.
Aku juga tidak sempat menikmati detik-detik perpisahan.
Karena perpisahan itu benar tidak ada kata pamitan.
Aku duduk, sudah pukul dua belas.
Seharusnya bumi ini menjadi semakin dingin tanpa matahari.
Nyatanya, hatiku lebih dingin dari udara diluar sini.
Aku menyadari sesuatu dan ini terlambat.
Bahwa, segala sesuatu yang aku tunggu bisa saja tidak pernah datang.
Segala sesuatu yang hilang, banyak yang disesalkan.
Bahkan aku tidak sempat mengambil kesempatan.
Aku kembali ke rumahku.
Berjalan dengan langkah yang hati-hati.
Karena matahari pergi, aku kembali ke rumahku.
Rumah yang terbuat dari kenangan dan masa lalu.
Kepergian selalu mengajarkan manusia tentang betapa berharganya
waktu memiliki.
*kurniawangunadi
No Response to "Matahari yang telah reda"
Post a Comment