1 comments

Another Ali

Published on Wednesday, 25 March 2015 in ,

Kemudian waktu pun mendesak kita untuk memilih. Entahlah, mungkin ini adalah pilihan terberat dalam hidup. Aku sendiri tidak tahu, atas dasar apa kita harus memilih? Apakah kita harus menikah dengan seseorang yang baik-baik namun belum pernah membuat kita jatuh cinta? Atau haruskah kita memilih seseorang yang kita cintai tapi...



Aku paham, banyak wanita di dunia sebelum ini yang menikah dengan seseorang yang berahlak baik, dekat dengan Rabb-nya, namun seseorang itu, bukanlah yang sebelumnya mereka cintai. Aku bertanya-tanya sendirian, apakah memang harusnya demikian?
Apakah benar yang mereka katakan bahwa cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya setelah mereka hidup bersama?
Apakah iya semudah itu?
Bagaimana kalau pada saatnya nanti, mereka kembali dipertemukan pada hari yang lain dengan seseorang yang masih pernah mereka cintai? Bagaimana perasaan mereka? Apa yang akan mereka lakukan? Akankah mereka bersikap biasa saja, berpura-pura tidak pernah saling mengenal satu sama lain?
Saya rasa, tak ada satu pun manusia yang bisa mehidup-matikan perasaan.
Kita tak akan tahu apakah perasaan itu, benar-benar sudah pergi.

Apakah memang iya, kita harus memilih seseorang yang baik agamanya dengan mengabaikan perasaan kita sendiri?

Tapi bukankah Abu Bakr pun adalah salah seorang sahabat terdekat baginda Rasul yang tak diragukan lagi kebaikan ahlaknya? yang keindahan pengorbanannya nyaris tak tertandingi untuk agama ini? dan Umar ibn Al Khaththab pun, bukankah beliau juga begitu cerdas memahami Islam begitu baik dalam waktu singkat? Tak ada yang meragukan kehebatan pembelaannya tehadap kaum muslimin pada masanya.
Lantas mengapa Rasulullah menolak lamaran keduanya untuk Putri Fatimah dan kemudian memilih Ali?

Bukankah baik saja tidak cukup? Cerdas, pemberani, mapan, juga bukan alasan.
Bahkan kita sama-sama tahu, mahar pernikahan mereka hanyalah baju besi. Tapi itu semua tidak mengurangi keindahan ceritanya.

Kita memang tak bisa berbuat banyak. Namun setidaknya kita bisa berharap, berharap untuk bisa menjadi makmum hidup seseorang yang memudahkan surga bagi kita. Seseorang yang membuat kita benar-benar memahami mengapa cinta tak pernah bisa terdefinisi.
*

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan (Salim A. Fillah).


Spread The Love, Share Our Article

Related Posts

1 Response to Another Ali

11 April 2015 at 17:19

Jika ada seseorang yang mengganggu malammu, ucapkan saja namanya disujud hajadmu pada penghujung malam yang sepi. Biarkan hanya Allah dan dirimu yang tahu. Percayalah Ia pasti menepati 'janji'nya pada orang-orang beriman.