0 comments

Satu dan Nol

Published on Friday, 4 December 2015 in ,

Beberapa tahun yang lalu..
Malam itu gerimis menyentuh pipi. Saya duduk dengan kaki menggantung di tebing pantai. Melepas pandangan lekat ke laut, berusaha menenangkan pundak dari setiap hal yang memberatkannya. Bob Marley, dia benar tentang kekuatan diri kita sendiri. Kita tidak akan pernah tahu seberapa besar kekuatan itu sampai, menjadi kuat adalah satu-satunya pilihan.

Saya tidak pernah tahu sebelumnya, bahwa Senggigi cantik sekali kalau malam. Gemerlap lampu hotel dari puncak sampai kaki bukit sampai bibir pantai seperti bintang-bintang. Aroma jagung bakar bersaing dengan aroma pantai juga bau tanah selepas hujan besar. Untuk beberapa saat, saya berusaha melupakan apa yang sedang saya hadapi. Masalah klasik sebenarnya, bukan masalah besar. Saat itu, saya mendapat amanah untuk mengurus kegiatan regional. Semua persiapan sudah kami lakukan sebenarnya, sejak jauh-jauh hari. Hotel, transportasi, dll nya sudah siap semua. Tapi kemudian, dua hari sebelum hari H hotel tempat acara mendadak membatalkan secara sepihak. Kacaulah semua. Mana mungkin bisa mencari hotel di dalam kota dalam waktu hanya sehari? Saya dan teman saya saat itu membagi diri (haha, kayak bakteri aja membagi diri XD). Dengan dana yang sebelumnya hanya cukup untuk mengadakan acara beberapa hari di hotel kecil yang sederhana di dalam kota, rasanya tidak akan mungkin untuk mencari hotel di Senggigi. Tapi masalahnya, di dalam kota juga sudah tidak ada hotel yang bisa disewa dalam waktu semepet itu dengan dana minim. Ya ampun, apalagi di Senggigi. Tapi, saya sudah tidak punya pilihan lain. Lusa saat itu, ada tamu dari kampus lain yang sudah harus kami jemput di bandara dan kami siapkan tempat menginapnya. Lantas, harus bagaimana?

Tapi akhirnya, ketika kami sudah menyisiri hampir semua hotel dari ujung timur sampai ujung barat Senggigi, jelaslah tidak ada satu pun hotel yang cukup untuk kantong kami XD.
Saya buntu waktu itu. Malam sudah semakin larut, gerimis belum juga berhenti. Kami menepikan kendaraan. Wangi nasi goreng campur dinginnya malam begerimis membuat perut kami mulai lapar. Kami mampir makan nasi goreng sebentar di tepian jalan Senggigi. Kami makan pelan-pelan dengan penat yang masih memenuhi kepala. Ekspresi kami, meski sudah mulai kenyang, masih kayak zombie.
Saya benar-benar merasa sudah di ujung tanduk saat itu, tapi.. tetap saja.. Tuhan tidak pernah membiarkan kami jatuh ke dasar. Saat menjadi nol besar, kekuatan kasih sayang-Nya datang menjadi angka satu di depan kami, menggenapkan kami dalam kesempurnaan. Rasa-rasanya, ketika satu kasih sayang itu ada, semakin banyak nol dalam diri kami, maka semakin besar pula nilai itu: 10, 100, 1000..... 00000.

Saya tidak pernah menyangka sebelumnya, saat kami sudah benar-benar pasrah, salah satu manager hotel berbintang di dekat pantai, menelpon kami. Kami diberikan membayar sepertiga harga :')... dengan fasilitas yang sangat baik. Harga itu sudah mencakup ruangan tempat rapat, kamar, makan, snack, perlengkapan rapat, transportasi gratis juga.



Allah :'')

Spread The Love, Share Our Article

Related Posts

No Response to "Satu dan Nol"