Pantai terbentang luas. Airnya bening, toska gelap. Beberapa perahu nelayan terapung di permukaannya. Tumbuhan laut dan ikan-ikan di antara karang jadi terlihat begitu jelas di bawah sana. Kalau menanjak ke jalanan di puncak tebing, air laut jadi terlihat kayak mozaik gemerlapan yang disiram matahari sore. Ombaknya pelan sekali bergulung-gulung ke arah pesisir kayak bolu gulung. Di tengah laut sana, gili trawangan, meno dan air tampak hijau tua, berbaris rapi. Rasanya pengen banget meluncur ke sana. Tapi sayang, sudah terlalu sore. Matahari mulai condong ke sisi barat langit. Kami pun segera beranjak ke salah satu pantai di ujung sana: Nipah. Jangan sampai ketinggalan sunset.
Sesampai di sana, bau pantai yang bercampur ikan bakar mulai mengental. Beberapa rumahan bambu berjejer di pantai. Asap-asap mengepul dari depannya. Bara api menyala merah terang di perapian. Ikan-ikan laut dikipas-kipas dalam jepitan besi pemanggang. Kami beranjak mendekat ke salah satu perapian, membuka rombong besar ikan warna biru laut. Di dalamnya, ada ikan-ikan besar. Salah satunya ikan beronang. Jari saya memilah beberapa ekor, mencari ikan terenak yang ukurannya paling pas buat porsi berempat.
Setelah urusan ikan kelar, kami melepas tas di salah satu rumahan bambu yang jaraknya beberapa meter dari air pantai. Saya mulai melepas sandal, membiarkan kaki menyentuh lembut dan hangatnya pasir pantai sore. Suara ombak yang mendamaikan, belaian angin, dan megahnya sinar matahari bikin makin betah main. Hampir nggak sadar, kalo mataharinya makin dekat ke garis semu laut. Terancam! Terancam ndak bisa liat penuh sunset gara-gara awan abu tebal yang bertumpuk di kaki langit barat. Kami buru-buru membuka kamera, berusaha mengambil foto matahari setidaknya di momen terakhir sebelum dia ketutup awan.
Sehabis foto-foto, wangi ikan bakar dan sambal tomat ala Lombok mulai menggoda lidah. Yap, nasi hangat dan ikan bakar sudah disediakan di lantai bambu rumahan. Kami segera mendekat sehabis cuci tangan. Benar-benar masih baru matang. Uap panas tipis nasi putih dan ikan bakar naik perlahan sampai ke atap rumahan yang jaraknya hanya dua meter dari lantai bambu. Kami membuka kulit ikan pelan-pelan, menyubit daging lembutnya yang putih bersih, "hngggggssss, masih panasss +_+"
Saat selesai makan, langit sudah merah gelap. Adzan berkumandang di antara suara ombak. Kami terdiam sejenak menyimak. dan saat selesai.... Well, ba'da adzan wish!
Habis doa adzan,
satu per satu dari kami mengutarakan harapan...
"Semoga kita senantiasa diberikan kesehatan, biar kapan-kapan bisa balik makan ikan di sini lagi :D"
"Semoga suatu saat nanti, kita bisa makan bareng lagi kayak gini di pinggir pantai Alexandria :)"
"Semoga, diberikan jodoh terbaik, di saat yang terbaik. Jodoh yang juga suka jalan-jalan, biar nanti mau diajakin ke sini :D"
"Semoga... semoga nanti kita semua jadi dokter yang baik."
dan akhirnya, kita semua serentak bilang "Aaaaaaaaaaaaaaamiiiiin"
Kami segera wudhu, shalat di rumahan. Di bawah cahaya venus dan sinar bintang, di dekat ombak yang yang terus berdeburan, dalam pelukan alam yang indahnya luar biasa.
Gelapnya pesisir semakin pekat, kami pun pulang, melaju di antara pantai dan hutan. Sepi, tanpa lampu jalan. Bersyukurnya bisa baik-baik saja sampai di Senggigi yang cantik sekali kalau malam. Nyaris satu jam kemudian, baru bisa sampai Mataram.
Alhamdulillah, tidak tersesat, bisa ketemu jalan pulang ke rumah.
Semoga di kehidupan yang sekarang dan selanjutnya, kita juga tidak tersesat, hingga nanti bisa baik-baik saja sampai di rumah, rumah tempat orang tua kita dulu berasal. Rumah yang bahkan tidak pernah kita lihat sebelumnya. Rumah itu, rumah pertama yang Allah berikan untuk kedua orang tua kita saat pertama kali manusia diciptakan :)
*
"Haha, seneng deh punya tetangga kayak kalian :D"
"Alhamdulillah, Mbak. Semoga bisa terus tetanggaan sampai akhirat nanti ya :)"
"Aaaaaaaaaamiiiiiiiiiiiin :'D"
No Response to "Pantai Nipah: salah satu pesona Lombok Utara"
Post a Comment