0 comments

Namanya : Matahari

Published on Monday, 5 May 2025 in

Setelah Bulan Juli di tahun yang lain,


Bertahun-tahun aku bertemu banyak sekali orang berbeda setiap harinya. Dulunya, aku selalu berharap dalam segala bentuk kebetulan, bisa dipertemukanmu, sekalipun hanya beberapa saat. Bumi tidak pernah berhenti bergerak, komponen sel tubuh kita pun juga tidak pernah berhenti bergerak. Menakjubkannya, setiap pergerakan kita sudah tertulis dalam takdir yang dirancang Tuhan berabad-abad sebelum sel kita ada, juga termasuk setiap langkah yang akhirnya membuat kita bisa saling melihat di suatu titik dan waktu yang sama. Sehebat itu Tuhan merancang titik pertemuan kita dengan setiap orang, juga denganmu, tentu dengan setiap maksud yang tidak sederhana. Aku percaya tentang itu. Aku percaya bahwa Tuhan selalu memberikan jalan pulang kepada-Nya, seburuk apapun kita, seperti pertemuan Musa dan Firaun. Allah memberikan jalan Firaun kembali kepada-Nya berulangkali melalui pertemuannya dengan Baginda Musa, tapi Firaun terlambat menerima jalan itu, karena keangkuhan dan kegelapan hatinya.

Pergerakan bumi, juga pergerakan matahari, aku menyadari bahwa setiap laju pergerakannya terasa lebih cepat dari puluhan tahun sebelumnya, setahun terasa sebulan, sehari terasa semenit, kita menua, dan ratusan tahun lagi, kita sudah lenyap, yang tertinggal hanyalah apa yang bisa ditinggalkan.

Aku tidak tahu bagaimana orang lain melihat langit dan bumi. Tapi aku melihat bumi jadi satu planet yang dibuat bergantung pada energi matahari, sepenuhnya. Mahluk-mahluk berklorofil menyerap energi matahari untuk membuat makanan dasar seluruh mahluk hidup lain di bumi, juga menyediakan oksigen sebagai kebutuhan dasar lain, hampir seluruh organisme. Makanan dasar dan oksigen jadi dua hal penting yang memungkinkan pergerakan seluruh mahluk hidup. Aku menyadari bahwa setiap pergerakan yang akhirnya mempertemukan setiap orang yang ditakdirkan bertemu, juga bergantung secara tidak langsung pada energi matahari. Maha besar Allah, yang membuat matahari, salah satu bintang yang paling dekat dengan bumi. Entahlah kapan matahari kita mati, karena setiap bintang di langit juga memiliki akhir waktu kapan dia akan mati.

Sejak belasan tahun yang lalu aku mengagumi matahari, aku menyukai caranya memberikan energi sepenuhnya pada bumi. Aku kagum pada kebermanfaatan nya untuk bumi juga seisinya dalam tiap detik waktu yang Allah berikan padanya. Matahari, aku melihatnya sebagai mahluk yang Allah ciptakan sama halnya dengan kita, hanya saja wujud dan perannya berbeda. Aku takjub pada caranya mengajarkan tentang hakikat terbit dan tenggelam di langit, sebagai analogi setiap pertemuan akan diikuti dengan perpisahan. Mungkin ada yang bisa memahami, karena alasan ini sejak dulu aku menyukai Jepang : cara moyang mereka melihat matahari sampai mengabadikannya dalam bendera membuatku berpikir mungkin mereka juga mengagumi mahluk bernama matahari identik seperti aku mengaguminya, bedanya aku mengistimewakan matahari sebagai mahluk, sebagian dari Jepang melihat matahari sebagai tuhan.

*

Seperti halnya kita, setiap bintang memiliki umur, matahari kita pun demikian. Tapi aku rasa, manusia lebih beruntung dari matahari. Saat waktunya habis, seorang manusia, bisa meninggalkan kebaikannya tetap di bumi melalui anak-anak yang dia besarkan setulus hati, juga kebermanfaatan yang dia wariskan untuk orang lain dalam ilmu yang baik.

Pada waktu yang Allah berikan, aku tidak mengejar apa yang tidak bisa bermakna ditinggalkan. Bertahun-tahun sebelum ini aku selalu ingin jadi ibu rumah tangga, karena aku memahami, bahwa anak-anak yang baik bisa jadi benih kebaikan yang ditinggalkan untuk bumi. Bertahun-tahun sebelum ini aku pun ingin jadi dokter puskesmas dekat pantai: tempat di mana kebermanfaatan ilmu bisa dirasakan oleh banyak orang yang “benar-benar” membutuhkan. 

Tidak sekali dua kali aku bertemu pasien lansia pendatang yang asalnya dari tanah yang jauh, menetap sendirian di kota tua, sudah ditinggalkan ke kehidupan yang lain oleh pasangannya, tanpa memiliki keluarga yang lain di sini. Juga seorang ibu dengan bayi PJB yang perlu dirujuk ke rumah sakit tanpa perlu membayar, tapi tetap menolak pergi karena tidak punya uang sekedar untuk berpergian ke rumah sakit yang jaraknya belasan kilometer. Juga tidak sedikit pasien anak dari pesisir yang tumbuh tanpa ayah, ayahnya hilang saat melaut. 

Aku mengagumi mahluk yang sering kita sebut sebagai matahari, mahluk yang tetap memberikan kebermanfaatan begitu besar pada mahluk yang lain, tanpa sedikit pun pamrih. Dalam setiap kebetulan, aku berharap selalu bisa menemukan matahari lain di bumi, pada diriku sendiri juga pada setiap orang yang aku sayangi.

*



0 comments

City of True Love Story

Published on Saturday, 4 January 2025 in

Ada banyak kota di bumi. Beberapa kota itu meninggalkan cerita dalam hati. Beberapa darinya melekat baik pada hipokampus, beberapa di antaranya lagi hanya kota biasa bagi sistem limbik. Ada juga kota-kota bumi yang begitu istimewa, kota yang di dalamnya menjadi saksi cerita tentang cinta, kota yang ketika kamu melangkahkan kaki di tanahnya, hatimu bergetar terharu.. entah rasanya seperti ada jejak hatimu yang tertinggal di sana. Bukan karena kemegahannya, bukan karena langit birunya, bukan juga karena jalanan di sudut kotanya, tapi karena ada cerita kemarin sore yang tertinggal di sana, dan setiap orang memiliki cerita di setiap kota yang berbeda di planet ini.

Hai, mataku basah saat pertama kali melangkah di Madinah. Aku menghirup nafas dalam. Angin hangatnya Madinah saat menuju akhir tahun terasa sampai ke alveolus. Aku melihat ribuan orang berlalu lalang di depan wajahku saat melangkahkan kaki di halaman masjid nabawi. Payung-payung yang menguncup mengembang meneduhkan, kipas di tiang-tiang masjid yang berputar-putar menyemburkan uap dingin, bertabrakan dengan udara hangat kota baginda nabi.

Aku bertemu ribuan orang yang berbeda dari banyak kota di bumi. Tapi kota ini bagi setiapnya tentu istimewa, karena seseorang yang mereka cintai pernah melangkahkan kaki di sini, di tanah yang sama, menghirup udara yang sama, di bawah langit yang juga pernah sama pada titik bumi yang bisa jadi sama.

*

Namanya cinta, yang aku pahami sebagai rangkaian jejak di sistem limbik yang mampu menggerakkan sistem organ lainnya dalam diri, seperti cinta yang membuat seluruh mahluk muslim di bumi melangkahkan kaki ke rumah baginda nabi di Madinah, juga Ka’bah yang dibangun baginda Ibrahim di Makkah. Namanya cinta yang aku pahami sebagai rangkaian jejak di sistem limbik yang membuat seorang ibu rela melakukan apapun untuk putranya, seperti cerita tentang Siti Hajar dan baginda Ismail, yang kesejukan dan keberlimpahan cintanya kita rasakan sebagai air zam zam yang tidak pernah kering sampai saat ini. Namanya cinta, yang aku pahami sebagai jejak pada sistem limbik seorang ayah, untuk putranya, seperti cerita tentang baginda Ibrahim dan Ismail, putra sulung yang puluhan tahun ditunggu nabi Ibrahim kehadirannya di bumi. Tapi saat perintah untuk menyembelih nabi Ismail itu turun, sebesar apapun cinta itu, tetap saja kepatuhan pada Allah adalah yang utama. Cerita yang membuat kita memahami makna bahwa cinta kepada Allah adalah yang pertama. Saat Ibrahim membuktikan bahwa cinta dan patuhnya kepada Allah sejatinya melebihi cintanya pada Ismail, apa kemudian Allah mengambil Ismail darinya? Baginda Ibrahim sangat memahami bahwa Allah Mahapenyayang. Selalu saja, Allah Mahapenyayang. Cinta-Nya lah yang membuat kita bisa merasakan bagaimana rasanya mencintai dan dicintai.


0 comments

Melihat Masa Lalu pada Bintang-Bintang

Published on Tuesday, 15 October 2024 in

Lombok, 2024

Jauh sebelum hari ini, sepertinya waktu itu Sabtu malam. Bintang-bintang bertaburan seperti kerikil di dasar sungai yang airnya jernih seperti kristal. Malam itu langit tidak berawan. Bintang-bintang berbaris bergerombol membentuk aliran sungai di langit, bersinar redup terang. Sehabis hujan, angin selalu saja menyegarkan wajah, membawa wangi daun-daun basah yang berjatuhan ke tanah. Angin juga menjatuhkan bulir-bulir air hujan yang tersimpan di ujung daun-daun hijau yang masih melekat kuat pada tangkai dahan pohon-pohon malam itu. Bulan tampak begitu jelas benderangnya.

Aku punya kebiasaan, belajar dari bumi juga langit yang Allah ciptakan. Aku suka belajar sendirian saat malam hanya berisik dengan suara alam. Aku belajar tentang benda-benda langit yang Allah susun dalam jarak terbaik. Ada yang jauh, ada juga yang relatif dekat, seperti bulan malam itu. Bulan yang gravitasinya turut menggerakkan pasang surut air laut. Hai, ada juga yang jauh, bintang-bintang di langit, yang padanya kita bisa melihat masa lalu, sekalipun hanya 8 menit yang lalu. Gerombolan bintang di sungai langit, yang cahayanya sampai ke bumi dalam 8 menit. Dan yang terdekat, namanya matahari, pun turut menggerakkan pasang surut air laut, juga menggerakkan mahluk hidup di bumi. Tapi seluruhnya bisa hancur seketika, saat ketetapan jarak yang Allah atur, dilanggar sendiri oleh matahari, juga benda-benda langit yang lain. Tak akan ada lagi cerita tentang bumi, bulan, juga cerita tentang kita.



Dan bukankah hukum di bumi dan hukum di langit berlaku identik? Bukankah hukum di bumi dan langit dibuat oleh Tuhan yang sama?

Tuhan yang Mahasayang, pun adalah kepastian. Aku memahami, bahwa setiap aturannya, adalah untuk menjaga keberlangsungan alam semesta dalam waktu yang Allah telah tetapkan. Aku memahami bahwa setiap aturan-Nya adalah untuk kebaikan, kita. Hanya saja, tidak semua mahluk bumi sepatuh mahluk-mahluk di langit. Entah, menurutmu bumi bisa bertahan akan sampai kapan?

*

Dekatnya bulan, jauhnya matahari, tak ada yang pernah keliru satu proton pun, dari takdir dan ketetapan. Rodhitubillahirobba..