Ada banyak kota di bumi. Beberapa kota itu meninggalkan cerita dalam hati. Beberapa darinya melekat baik pada hipokampus, beberapa di antaranya lagi hanya kota biasa bagi sistem limbik. Ada juga kota-kota bumi yang begitu istimewa, kota yang di dalamnya menjadi saksi cerita tentang cinta, kota yang ketika kamu melangkahkan kaki di tanahnya, hatimu bergetar terharu.. entah rasanya seperti ada jejak hatimu yang tertinggal di sana. Bukan karena kemegahannya, bukan karena langit birunya, bukan juga karena jalanan di sudut kotanya, tapi karena ada cerita kemarin sore yang tertinggal di sana, dan setiap orang memiliki cerita di setiap kota yang berbeda di planet ini.
Hai, mataku basah saat pertama kali melangkah di Madinah. Aku menghirup nafas dalam. Angin hangatnya Madinah saat menuju akhir tahun terasa sampai ke alveolus. Aku melihat ribuan orang berlalu lalang di depan wajahku saat melangkahkan kaki di halaman masjid nabawi. Payung-payung yang menguncup mengembang meneduhkan, kipas di tiang-tiang masjid yang berputar-putar menyemburkan uap dingin, bertabrakan dengan udara hangat kota baginda nabi.
Aku bertemu ribuan orang yang berbeda dari banyak kota di bumi. Tapi kota ini bagi setiapnya tentu istimewa, karena seseorang yang mereka cintai pernah melangkahkan kaki di sini, di tanah yang sama, menghirup udara yang sama, di bawah langit yang juga pernah sama pada titik bumi yang bisa jadi sama.
*
Namanya cinta, yang aku pahami sebagai rangkaian jejak di sistem limbik yang mampu menggerakkan sistem organ lainnya dalam diri, seperti cinta yang membuat seluruh mahluk muslim di bumi melangkahkan kaki ke rumah baginda nabi di Madinah, juga Ka’bah yang dibangun baginda Ibrahim di Makkah. Namanya cinta yang aku pahami sebagai rangkaian jejak di sistem limbik yang membuat seorang ibu rela melakukan apapun untuk putranya, seperti cerita tentang Siti Hajar dan baginda Ismail, yang kesejukan dan keberlimpahan cintanya kita rasakan sebagai air zam zam yang tidak pernah kering sampai saat ini. Namanya cinta, yang aku pahami sebagai jejak pada sistem limbik seorang ayah, untuk putranya, seperti cerita tentang baginda Ibrahim dan Ismail, putra sulung yang puluhan tahun ditunggu nabi Ibrahim kehadirannya di bumi. Tapi saat perintah untuk menyembelih nabi Ismail itu turun, sebesar apapun cinta itu, tetap saja kepatuhan pada Allah adalah yang utama. Cerita yang membuat kita memahami makna bahwa cinta kepada Allah adalah yang pertama. Saat Ibrahim membuktikan bahwa cinta dan patuhnya kepada Allah sejatinya melebihi cintanya pada Ismail, apa kemudian Allah mengambil Ismail darinya? Baginda Ibrahim sangat memahami bahwa Allah Mahapenyayang. Selalu saja, Allah Mahapenyayang. Cinta-Nya lah yang membuat kita bisa merasakan bagaimana rasanya mencintai dan dicintai.
0 comments